Mitigasi Bencana Alam Dengan Model Geokonsep: Contoh Kasus Sulawesi Selatan
Prof. Dr.Eng. Adi Maulana, ST.M.Phil.
Guru Besar Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Email: adi-maulana@unhas.ac.id |
Indonesia
kembali berduka dengan bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di
beberapa daerah yang menelan banyak korban jiwa. Belum lepas dari ingatan kita
bencana gempa dan tsunami di Palu dan banjir di beberapa daerah Sualwesi
Selatan yang juga merenggut banyak korban jiwa dan harta. Penanggulan dan
penanganan bencana alam tanah longsor yang terjadi baru baru ini di Masamba,
Luwu Utara dan Gowa dan bencana alam lainnya seperti banjir, gunungapi dan
tsunami yang terjadi sebelumnya memberikan suatu sinyal bahwa penanganan
bencana alam secara khusus di Indonesia masih bersifat responsif, temporer dan
parsial. Instansi yang berwenang baru akan melakukan tindakan apabila kejadian
sudah berlangsung. Tentu saja hal ini akan sangat beresiko mengingat besarnya
jumlah korban jiwa yang meninggal maupun yang hilang. Kitapun sepertinya tidak
pernah berlajar dengan sungguh sungguh untuk bisa menemukan sutau pendekatan
penanganan bencana yang lebih baik, terencana dan komprehensif. Yang sangat menarik untuk
diperhatikan dan dipelajari ialah bahwa fenomena bencana alam
geologi
kejadiannya bertambah sering dan dimensinya pun menjadi bertambah besar. Perlu
dirancang sebuah penanganan bencana atau mitigasi yang bersifat antisipatif,
berkala dan komprehensif agar korban jiwa dan harta bisa lebih diminimalkan.
Penulis menawarkan sebuah model pendekatan mitigasi bencana yang berdasarkan
pada faktor geologi, yaitu faktor yang secara prinsip paling bertanggungjawab
terhadap semua kejadian bencana alam geologi yang disebutkan diatas, yaitu
model mitigasi bencana alam berbasis geokonsep.
Secara
geologi, Sulawesi Selatan dibagi menjadi 3 daerah geologi (geological region); yaitu daerah Selatan (south region), daerah tengah (middle
region) dan daerah utara (north
region).
Daerah
selatan (south region) sudah bisa
dipastikan merupakan daerah dengan potensi tanah longsor yang tinggi, akibat
topografi yang dibentuk oleh kerucut gunungapi purba. Hal ini terutama daerah
sepanjang jalan utama provinsi yang membentang dari barat ke timur yang
memotong gunungapi purba. Ada tiga poros jalan utama yaitu; poros Makassar-
Malino – Sinjai yang seluruhnya berada diatas formasi batuan gunungapi
Lompobattang, poros Maros – Camba – Sinjai yang sebagian berada di atas Formasi
gunungapi Camba, dan poros Barru – Bulu Dua – Soppeng yang berada di atas
formasi gunungapi Camba dan Gunungapi Soppeng.
Karakteristik
batuan hasil gunungapi terutama yang berfragmen adalah sangat mudah lepas (unconsolidated). Proses erupsi yang
bertahap akan membentuk bidang perlapisan yang berpotensi untuk menjadi bidang
gelincir pada lereng. Pengelupasan lahan dilereng lereng perbukitan oleh
manusia untuk berbagai macam kebutuhan seperti akses jalan, sawah, perkebunan
dan pemukiman akan membuat kestabilan batuan berkurang. Bidang perlapisan
batuan pada musim hujan akan berfungsi sebagai bidang gelincir yang ditambah
lagi faktor curah hujan yang tinggi akan menyebabkan lereng semakin tidak
stabil dan menyebabkan longsor. Longsoran pada badan jalan maupun lereng
pegunungan kerap kali terjadi di daerah sepanjang jalan Makassar – Malino –
Sinjai maupun Jalur Barru – Soppeng yang sudah memakan korban jiwa. Selain itu,
morfologi yang dibentuk oleh kerucut gunungapi yang merupakan hulu dari aliran
sungai sungai di daerah ini juga sangat berpotensi untuk menghasilkan banjir
bandang di daerah muara sungai bagian dibagian timur (kota Sinjai), maupun Kota
Bulukumba dan bagian selatan (Gowa).
Daerah
tengah (middle region) merupakan
daerah pedataran yang dialiri oleh sungai besar dan dibatasi oleh pegunungan
disisi utara dan selatannya. Hal ini membuat daerah ini menyerupai sebuah
cekungan dan sangat rentan terhadap bencana alam banjir apalagi dimusim
penghujan dengan curah hujan yang tinggi. Tingginya proses pendangkalan pada
danau danau yang ada membuat air akan sangat cepat meluap apabila terjadi hujan
yang berkepanjangan. Akibatnya semua daerah yang dilewati oleh sungai-sungai di
daerah ini sangat rentan tehadap bencana banjir.
Daerah
utara (north region) merupakan daerah
dengan kondisi tektonik yang sangat aktif, sehingga daerah ini sangat rentan
terhadap bencana gempa bumi., terutama di daerah sepanjang jalur patahan
Palu-Koro dibagian Luwu Timur (Soroako dan sekitarnya). Hal ini dapat diihat
dari instensifnya gempa di wilayah Soroako, Palopo sampai dengan wilayah Poso
akhir-akhir ini.
Kondisi
morfologi yang berupa pegunungan juga sangat rentan terhadap bencana tanah
longsor, terutama dijalan poros Enrekang – Toraja dan poros Toraja – Palopo dan
Masamba – Toraja maupun di daerah Luwu Timur. Tingkat kerawanan tanah longsor
diperparah oleh tingginya tingkat pelapukan pada batuan dasar penyusun wilayah
ini, terutama di daerah Luwu Timur. Daerah Luwu Timur yang didominasi oleh
jenis batuan ultrabasa sangat rentan terhdap proses pelapukan. Adanya pembukaan
lahan dibagian dataran tinggi membuat daya dukung tanah akan semakin menurun.
Akibatnya longsor tidak dapat dicegah. Selain itu, morfologi pegunungan yang
sangat ekstrim yang merupakan hulu dari beberapa sungai besar yang mengalir kearah
Teluk Bone sangat berpotensi untuk menimbulkan banjir bandang. Banjir ini
sangat membahayakan bagi pemukiman disepanjang aliran sungai dan di muara
sungai, terutama di wilayah Luwu Utara dan Luwu Timur. Karena daerah ini masih
dipengaruhi oleh adanya aktifitas tektonik berupa patahan didaerah teluk Bone,
maka daerah sepanjang pantai tentu saja rentan terhadap bahaya tsunami.
Komentar
Posting Komentar